Wednesday, September 14, 2016

Dimensi Taqwa

DIMENSI TAQWA

Klik Inspiratif Dimensi Taqwa

Tak punya anak....
Belum menikah di usia hampir 40....
Berstatus janda setelah bercerai dengan suaminya....
Masih mengontrak rumah meski sudah 20 tahun bekerja....
Berkeliling menjajakan dagangan dari satu pintu ke pintu lainnya....
Atau perjalanan hidup lainnya yang tidak masuk dalam kategori sukses bahagia labelisasi dunia...
Atau bahkan sampai terkelompokkan kategori aib...

Itu bukan aib...!
Itu peran dunia saja..!
Dalam panggung sandiwara kehidupan.
Lakon...
Lakonmu...
Lakonku...
Lakonnya...

Kehidupan para artis yang berperan dalam panggung sandiwara tidak selalu sama dengan kehidupan nyata.
Di panggung dia miskin...
Bisa jadi dia seorang yang kaya raya...
Di panggung dia hina.
Di kehidupan sesungguhnya dia sangat terhormat...
Dan dunia ini adalah senda gurau saja.

Panggung sandiwara.
Dengan kehidupan nyata berada di sebuah dimensi.
Yang bernama dimensi taqwa

Orang miskin begitu kayanya karena dia sering berbagi setengah jatah berasnya pada tetangganya yang miskin...
Orang yang lumpuh betapa lincahnya karena dia bisa berbagi motivasi ke banyak orang di media sosial...
Orang yang tak berputra betapa banyak anaknya yang dia asuh sampai sukses.
Orang yang belum menikah betapa sakinahnya dia dengan baktinya pada orang tuanya...

Dan peran kita adalah kehendak Allah.
Mutlak
Jalani saja dengan sebaik-baiknya.
Sang sutradara pasti akan menyukainya.
Siapa tau peran kita berubah.
Tapi tidak juga harus berubah.

Bila Yusuf akhirnya menjadi penguasa kerajaan setelah episode menjadi budak, dipenjara...
Ibrahim dikaruniai putra yang sholih di usia tuanya...
Ayub sembuh dari sakit kulitnya...,

Namun tetap ada...
Uwais al Qorni tetap fakir sampai ujung hidupnya...
Ibunda Aisyah tetap tidak berputra sampai akhir hidupnya...
Ibunda Asiyah tetap bersuamikan seorang Firaun...*
Anak Nuh tetap tidak mau mematuhi seruan ayahnya dan mati tenggelam...
Karena peran dan skenario sudah di tetapkan.

Jangan bersedih saudaraku...
Hiduplah dalam dimensi taqwa!

Memiliki harta memang membahagiakan.
Namun esensinya harta bisa dibelanjakan untuk berinfak.
Dan berinfak sesungguhnya bukan hanya lewat harta.

Memiliki keturunan membahagiakan...
Namun esensinya anak sholih dapat terus mengalirkan pahala meski kita sudah tiada...
Namun tidak harus lewat anak kita punya investasi pahala yang mengalir....

Menikah itu membahagiakan.
Namun esensinya menikah itu untuk beribadah yang berpahala banyak.
Namun tidak hanya melalui menikah kita bisa beribadah dengan pahala banyak.

Bahagialah lewat dimensi taqwa!
Karena dunia hanya sebatas lakon semata...

Barakallahu fiikum,
Rabbana Taqabbal Minna
Ya Allah terimalah dari kami (amalan kami).

Ketika Ujub Melanda

KETIKA UJUB MELANDA

Klik Inspiratif Ketika Ujub Melanda

Nasehat indah Ibnul Qayyim perihal ujub (bangga diri dan sombong)  yang dapat menghinggapi kita sewaktu-waktu.

Berkata Ibnu Qayyim:

Jika Allah mudahkan bagimu mengerjakan sholat malam, maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.

Jika Allah mudahkan bagimu melaksanakan puasa, maka janganlah memandang orang-orang yang tidak bepuasa dengan tatapan menghinakan.

Jika Allah memudahkan bagimu pintu untuk berjihad, maka janganlah memandang orang-orang yang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.

Jika Allah mudahkan pintu rezeki bagimu, janganlah memandang orang-orang yang berhutang dan kurang rezekinya dengan pandangan yang mengejek dan mencela. Karena itu adalah titipan Allah yang akan dipertanggung jawabkan kelak.

Jika Allah mudahkan pemahaman agama bagimu, janganlah meremehkan orang-orang yang belum paham agama dengan pandangan hina.

Jika Allah mudahkan ilmu bagimu, janganlah sombong dan bangga diri. Karena Allah lah yang memberimu pemahaman itu.

Boleh jadi orang yang tidak mengerjakan qiyamul lail, puasa (sunnah), tidak berjihad, dsb, lebih dekat pada Allah darimu.

Ibnul Qayyim berkata:
"Sungguh engkau terlelap tidur semalaman dan pagi harinya menyesal, lebih baik daripada qiyamul lail semalaman namun pagi harinya engkau merasa takjub dan bangga diri. Sebab, orang yang merasa bangga dengan amalnya tidak akan pernah naik (diterima) amalnya".

Semoga bermanfaat buat kita semua...
Astagfirullahal'azim.

Sunday, September 11, 2016

Pahala Tak Terbatas Bagi Mereka

Pahala Tak Terbatas Bagi Mereka

Klik Inspiratif Pahala Tak Terbatas Bagi Mereka


“Hanya orang-orang yang bersabar akan diberi pahala mereka yang tidak terbatas.”
(QS.Az-Zumar : 10)

Di dalam Al-Qur'an, kata sabar dan turunannya disebutkan sebanyak 103 kali. Wow! Banyak sekali ya?! Itu berarti hidup kita akan penuh dengan rintangan dan kesulitan, maka Allah seringkali mengingatkan kita untuk bersabar.

Sabar bisa membuat kita dari orang biasa-biasa, menjadi orang luar biasa.
Sabar itu pahit tapi hasilnya akan semanis madu.

Kalau kita punya mimpi yang besar seperti ingin punya pondok/panti/lembaga, menghajikan orang tua dan membuat keduanya bangga, serta menjadi orang kaya yg dermawan dan bermanfaat sejagat raya, lulus pendidikan S1, S2, S3, atau ingin hafal al qur'an, dan lainnya, maka kita perlu sabar sebagai kualitas utama dalam perjuangan kita.

Kita harus kuat dan hebat.
Latihlah terus otot kesabaran kita.
Tidak ada yg tidak mungkin, jika bersama Allah.

Robbana Taqobbal Minna.
Ya Allah terimalah dari kami (amalan kami), aamiin.

Semoga Bermanfaat.

Amanah dalam Kehidupan Rumah Tangga

SEBUAH AMANAH

Tidak biasanya ana begitu terharu dengan jawaban seorang ustad yang bahkan namanya tidak terkenal sama sekali, ana pun tidak tahu siapa nama ustad tersebut. Ketika saya singgah di salah satu masjid di Jawa Tengah.

Klik Inspiratif Amanah dalam Kehidupan Rumah Tangga

“Ustad, saya sedih dan kesal. Kami sudah enam bulan menikah dan belum juga dikaruniani anak. Setiap kali saya berkunjung ke rumah orangtua saya selalu saja ditanya sudah isi belum? Apa lagi tetangga saya yang baru menikah dua bulan lalu, sekarang sudah hamil 4 minggu. Ketika saya berkunjung ke rumah mertua pun sama, Beliau mengatakan kapan punya anak? Kadang ditanya juga, kok belum hamil-hamil sih? Kami sudah memeriksakan diri ke dokter dan hasilnya baik, tapi kenapa belum juga hamil ustad?” tanya seorang wanita muda.

“Itu semua kehendak Allah, takdir….” jawab ustad.

“Kok jawabannya takdir sih? Serius ustad, saya merasa amat tertekan. Hampir setiap hari ada saja yang menanyakan hal semacam itu…” celetuknya.

“Ustad, kalau saya lain lagi. Kaki suami saya patah 2 bulan lalu karena kecelakaan sehingga Beliau tidak bisa bekerja. Saya terpaksa mencari pekerjaan yang bisa dibawa ke rumah, yaitu jasa cuci dan setrika. Tapi saya merasa sangat lelah ustad karena selain bekerja, saya harus mengurus anak-anak dan mengurus suami saya semantara mertua saya tidak juga membantu, rasanya saya sangat putus asa sekali…” celetuk seorang ibu.

“Bukan hanya ibu-ibu yang punya masalah, saya juga punya keresahan…” ujar seorang laki-laki.

“Saya sudah lima tahun menikah dan sudah berusaha mendidik istri saya untuk menjadi ahli ibadah, tapi ketika saya mengatakan niat saya untuk poligami, ia langsung gusar dan bahkan memasang wajah cemberut lebih dari dua minggu ini. Padahal saya hanya ingin membangun lagi imannya dan mendekatkan dia dengan Tuhan,” lanjut laki-laki tersebut.

“Ustad, saya sedih karena anak saya sangat nakal. Dia sering mabuk-mabukkan dan tidak mau sholat. Terkadang saya menyesal karena telah melahirkannya…” celetuk seorang ibu yang sudah sangat tua.

“Pertanyaannya cukup dulu ya, silahkan ustad untuk dijawab…” ujar seorang pemuda yang mungkin adalah moderator dan notulen dalam majlis tersebut karena nampak sibuk menulis pertanyaan dari para jamaah.

Ana memperhatikan ustad tersebut yang diam beberapa saat sembari menunduk. Nampak seperti sedang berpikir tapi dari rautnya kepiluan pula mulai nampak.

“Sebelum saya menjawab pertanyaan yang sudah ditampung, boleh kah saya sedikit bercerita?” ujar ustad tersebut.

“Boleh ustad…” jawab jamaah serempak termasuk ana meskipun memerhatikan dari kejauhan.

Sebelum berbicara nampak Beliau menghela nafas, “ Saya menikah di tahun 1984 dan di tahun 2013 ini saya belum memiliki momongan. Istri saya pun belum pernah sekali pun merasakan bagaimana rasanya mengandung.

Beliau mengalami kecelakan dua minggu setelah kami menikah, saat itu kami mengendarai sepeda motor dan nampak dari kaca spion melaju kencang sebuah bus, saya tidak bisa menghindar karena jarak sudah sangat dekat. Bus tersebut menabrak dan melindas kami.

Alhamdulillah saya hanya retak tulang paha yang tidak sampai enam bulan sudah bisa berjalan dengan normal dan sudah bisa beraktivitas seperti sediakala, sedangkan istri saya sampai saat ini tidak bisa berjalan bahkan kami tidak bisa melakukan hubungan suami istri (afwan jiddan) sejak dua minggu pernikahan kami karena apa yang menimpa Beliau, maaf saya tidak bisa menceritakan apa yang Beliau derita.

Mertua saya meminta saya untuk mengembalikan anaknya karena waktu itu usia saya masih sangat muda, dengan tujuan agar saya bisa menikah lagi dengan orang lain, tapi saya menolak dan bertekad merawat istri saya hingga saat ini. Satu sampai dua tahun petama, saya mulai goyah dan berniat untuk menuruti permintaaan mertua saya yaitu mengembalikan putri mereka, sungguh… itu penyesalan yang amat dalam bagi saya karena sempat goyah….”

“Saya menginginkan kehidupan rumah tangga yang normal, saya menginginkan seorang istri yang normal sehingga bisa melayani saya dan saya menginginkan anak dari hasil pernikahan kami. Lewat istikharoh lebih dari dua bulan lamanya, alhamdulillah saya tersadar.

Pernikahan itu bukan hanya untuk menghasilkan anak dan bersenang-senang dangan wanita. Dalam pernikahan itu ada kesedihan yang bila diikhlaskaan akan menghasilkan senyum, ada kesengsaraan yang apabila kita melapangkan dada justru kita mengucap syukur, dan ada bahagia yang terkadang kita salah menduganya.

Istri saya meminta pulang ke orangtuanya karena merasa tidak enak hati, selain saya berkerja, saya pun mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga dan mengurus istri saya. Sarapan di meja sebelum berangkat kerja, itu hanya ilusi jika saya tidak mengerjakannya, pakaian bersih dan rapi…tinggal pakai, itu hanya fatamorgana jika sepulang kerja saya tidak mencuci dan menyetrika, rumah bersih dan lantai harum pun hanya angan jika saya tidak bangun pagi-pagi untuk bebenah. Istri saya merasa malu dan sungkan karena merasa meropotkan saya….” ujarnya sembari mengusap matanya yang mulai lembab.

“Semoga Allah meridhoi mereka…” ucapku dalam hati.

“Banyak yang bertanya kenapa saya tidak menikah lagi? Sulit untuk dijawab dengan kata-kata setiap kali saya mendapai pertanyaan macam ini.

Saya menikah bukan karena diawali suka sama suka tapi karena perjodohan orangtua. Jujur saja, saya pun tidak tahu apakah saya benar-benar mencintai istri saya atau tidak, yang saya tahu hanyalah saya harus mengemban amanah Allah. Bahkan yang disebut-sebut menikahi wanita lebih dari dua sebagai sunnah, tidak terfikir oleh saya. Ada banyak cara untuk membeli Jannah bagi istri saya selain jalan tersebut. Saya memiliki cara lain untuk mendekatkan istri saya kepada Allah, tapi bukan jalan yang satu itu.

Saya tidak menentang poligami hanya saja, saya menyadari bahwa saya dan istri saya belum cukup ilmu untuk melakukan hal tersbut. Saya takut tidak bisa mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat….ilmu saya masih lah sangat minim, bahkan belum mencapai mata kaki,” Beliau kembali mengusap kedua matanya.

“Pernah suatu sore, istri saya meminta maaf karenanya lah rumahtangga kami tidak sempurna sebagaimana rumah tangga orang-orang. Saat itu saya berkata kepadanya bahwa Aisyah pun hingga wafatnya belum menimang buah hati.

Sering sekali ia meminta pulang denga alasan ingin berkumpul dengan orangtuanya saja, saya mengatakan padanya bahwa kami hanya tinggal berjarak dua rumah dari rumah orangtuanya dan setiap hari orangtuanya pun menjenguk dan mengajaknya bicara sehingga saya mengatakan kepadanya nanti kalau rindu saya akan antarkan dia berkunjung.

Saya mencoba memahami bahwa bukan itu yang ia mau, saya memahami bahwa ia hanya merasa tidak enak hati kepada saya. Butuh waktu bertahun-tahun hingga akhirnya ia mengerti bahwa apa yang saya lakukan adalah bentuk dari kewajiban saya kepada Allah, yaitu menjaga amanah.

Kadang ada yang berkata bahwa menikah lagi itu diperbolehkan jika istri dalam keadaan sakit semacam itu, saya mengerti betul hal tersebut…tapi saya tidak mampu, saya tidak bisa….saya tidak bisa karena ketakutan saya yang amat besar dengan pertanggungjawaban akhirat…”

“Setiap kali saya rebah, saya selalu berdoa ‘Ya Allah ya Rabb…karuniakanlah rasa takut dalam diri hamba kepada-Mu agar hamba senantiasa taat dan patuh kepada-Mu...agar hamba senantiasa takut dengan azab akhirat….” Ia kembali mengusap kedua matanya.

“Istri, suami, dan anak itu amanah yang amat besar pak…bu… Surga atau Neraka kalian pun satu rangkaian dengan keduanya. Mereka bisa membawamu ke Surga, bisa juga membawamu ke Jahannam, Na’udzubillah…

Menikah lagi itu perkara yang mudah, yang sulit itu mengingkari ketakutan kepada Allah yang ada dalam diri saya. Bersabarlah…dunia ini hanya sementara, kita hidup hanya sangat sebentar sekali. Jangan sampai kita mengorbanakan kehidupan yang kekal hanya demi kebahagiaan di dunia yang singkat ini….bersabarlah…” ujarnya.

“Membaca Al Qur’an jangan hanya dengan pemahaman diri sendiri, ketahuilah bahwa Al Qur’an memiliki tingkat bahasa yang tidak bisa kita pahami tanpa bantuan tafsir. Kita harus mengerti riwayat turunnya, kenapa ayat itu turun, dalam keadaan seperti apa ayat tersebut turun, untuk siapa ketika itu ayat tersbut diturunkan dan lain sebagiamaa sehingga kita tidak asal menjalankan sesuatu menurut penafsiran kita pribadi. Jangan menuntut kebahagiaan di dunia sebagaimana yang kita angankan, tapi bersyukurlah atas seluruh kejadian setiap detiknya….”

“Masihkah butuh jawaban dari pertanyaan bapak dan ibu yang tadi?” tanya Beliau.
“Tidak ustad…” jawab sebagian jamaah.

Pelajaran Hidup dari Teh

TEH


Klik Inspiratif Pelajaran Hidup dari Teh

Sebuah pelajaran hidup dari Teh.


Seorang, pria muda datang pada ibunya dan mengeluh tentang banyak permasalahan dalam kehidupannya.

Namun betapa kagetnya, karena ternyata ibunya hanya diam saja, seolah tidak ingin mendengarkan keluh kesahnya.

Bahkan sang ibu malah masuk ke dapur dan anaknya terus bercerita sambil mengikutinya.

Sang ibu lalu memasak air.

Sampai airnya mendidih, lalu sang ibu menuangkan "Air Panas Mendidih" itu ke dalam 3 gelas yang telah disiapkan, yakni:


  • Di gelas pertama ia masukkan WORTEL,
  • Gelas kedua, ia masukkan TELUR,
  • dan Gelas ketiga, ia masukkan TEH.


Setelah menunggu beberapa saat, ia mengangkat isi ketiga gelas tadi, dan hasilnya

  • WORTEL yang KERAS menjadi LUNAK,
  • TELUR yang mudah PECAH menjadi KERAS,
  • Dan TEH menghasilkan aroma yang HARUM.


Lalu sang ibu menjelaskan,

Anakku, MASALAH DALAM HIDUP ITU BAGAIKAN AIR MENDIDIH. Namun, sikap kita lah yang akan menentukan dampaknya.

Kita bisa menjadi lembek seperti Wortel, mengeras seperti Telur, atau harum seperti TEH.

Wortel dan Telur bukan MEMPENGARUHI air, tetapi malah BERUBAH karena air mendidih itu.

Sementara TEH malah MENGUBAH AIR, membuatnya menjadi HARUM.

Dalam setiap masalah, selalu tersimpan MUTIARA IMAN yang berharga.

Sangat mudah untuk bersyukur saat keadaan baik-baik saja.

Tapi apakah kita dapat tetap percaya saat pertolongan ALLAH SWT seolah tidak kunjung datang?

Ada 3 macam reaksi orang, saat masalah datang, yakni:

Ada yang menjadi lembek, suka mengeluh (seperti wortel tadi) dan mengasihani diri sendiri.

Ada yang mengeras (seperti telur), marah dan berontak kepada ALLAH.

Ada juga yang justru semakin harum (seperti teh), menjadi semakin kuat dan yakin pada NYA.

Ada kalanya, ALLAH sengaja menunda pertolongan NYA.

Apa tujuannya??
Agar kita belajar PERCAYA dan SETIA!

Karena tidak pernah ada masalah yang tidak bisa ALLAH selesaikan.

Filosofi Kebersamaan

Filosofi Kebersamaan

Klik Inspiratif Filosofi Kebersamaan


Kenapa hujan itu menyenangkan?

Karena turunnya rame-rame

Pasti garing kalau hujan itu turunnya hanya satu tetes. Lantas satu tetes lagi dan seterus nya, ya kan?

Kenapa nasi itu mengenyangkan?

Karena disajikan rame-rame juga.

Pasti kita bengong kalau hanya satu butir saja disajikan di atas piring. Dan kita pasti bertanya mau makan apa?

Tahu ngak gigi itu berguna karena rame-rame berbaris rapi.

Tapi kalau tidak berbaris rapi, pasti ompong namanya kalau cuma ada satu gigi.

Dan tidak bisa buat mengunyah, ya kan?? Dan hanya bisa dipakai buat tersenyum dan orang akan aneh melihatnya.

Nah, oleh karena itu, di dunia ini sesuatu yang positif selalu spesial apabila dilakukan rame-rame.

Contoh: Gotong royong. Rame-rame tentu lebih oke.

Belajar rame-rame itu lebih banyak yang dipelajari

Bekerja, rame-rame itu lebih cepat selesai.

Itulah gunanya memiliki teman yang banyak, rame-rame makanya jadi heboh

Apalagi ada teman-teman yang saling menasehati dan mengingatkan, itu menjadi lebih seru.

Maka dari itu keyboard laptop atau HP/Iphone harus lengkap.

Karena kalau hilang satu saja, rasanya tidak utuh lagi dan ngak tahu lagi bagaimana pakainya??

Begitulah pertemanan di dunia ini.

Hilang satu, terasa kosong semuanya.

Kalau lengkap dan rame-rame pasti menyenangkan.

Kesimpulannya, jika kita berada dalam pertemanan, maka itu lebih baik daripada bengong sendirian.

Semoga hari ini semua kita dapat bersyukur menikmati hidup ini. Aamiin.

Tetaplah bertahan dalam indahnya kebersamaan.

Pastikan.
Kita tidak hidup menyendiri, tinggal lah dalam komunitas pertemanan Anda jika Anda ingin kuat, panjang umur dan terus bertumbuh.

Indahnya sebuah kebersamaan.